masalah literasi dan solusinya (2)

sumber gambar di sini

Dari tulisan sebelumnya mungkin ada beberapa poin yang bisa kita tangkap, bahwa masalah literasi di tanah air bukan pada ranah fasilitas atau kemampuan membaca, tetapi lebih pada rendahnya minat. Sebuah problem yang tidak tampak bahkan terabaikan karena letaknya pada pribadi masing-masing. Minat membaca bisa dianggap penting, bisa juga tidak, tergantung dari pola pikir dan budaya hidup seseorang.

Hasil diskusi dengan seorang teman yang menurut saya benar-benar penggila buku berat bernuansa ekonomi pun memberi fakta yang mengejutkan. Bagaimana tidak? Untuk ukuran orang yang terbiasa melahap buku teks yang berisi fakta dan angka – terlepas dari latar belakangnya seorang insinyur teknik kimia – beliau masih menganggap dirinya moody untuk urusan membaca.

Beliau bilang..

“asalkan sudah suka sesuatu, semakin sulit bacaan justru terasa semakin menarik dan menantang.. melahap 20+ jurnal dan 2-3 buku tebal dalam sepekan, itu hal biasa, nyaris tanpa beban..


tapi jika sudah tidak berselera sejak awal, semudah apapun bacaan itu, sangat jarang bisa saya selesaikan, paling banter cuma 1-2 bab aja yang kebaca, itu paling banter loh, dan itu palingan 1-2 bab dari buku tipis (<200 hlm) aja.. paling parah ya ga kebaca sama sekali.. malah seringkali covernya aja ga kesentuh, saking malasnya.. hehe.. :p”

Intinya adalah suka. Suka bukan sekedar “ingin” tapi mengandung makna yang lebih dalam dari itu. Kesukaan atau minat harus kita maknai sebagai kecintaan karena setiap motif yang didasari rasa cinta pasti akan mendorong timbulnya perilaku dengan sendirinya. Tugas kita adalah menemukan langkah-langkah agar minat itu tumbuh dan terpelihara.

Lalu bagaimana langkah yang harus kita jalani ? Seperti halnya ketika saya menanyakan ini ke teman sebelumnya, yang beliau lakukan adalah mengajak saya untuk memahami dahulu tentang “karakter” atau kekhasan yang dimiliki pribadi masing-masing . Karakter ini lah yang akan menentukan metode dan gaya yang tepat untuk kita dalam membaca. Tidak ada satu metode pun yang dapat berlaku (applicable) untuk semua orang.

Berhubungan dengan menumbuhkan minat membaca, Saya mengambil contoh diri saya pribadi. Saya adalah seorang extrovert yang energi dan motivasi yang utamanya bersumber dari luar. Ketika rasa malas menyerang, yang saya lakukan adalah membuka tulisan atau pidato singkat di youtube dari penulis ternama, tentang pentingnya literasi dan tanggung jawab para pendidik dalam mengembangkan kompetensi dan kecintaannya dalam membaca dan menulis. Hingga akhirnya saya tahu dan -semoga saja- menjadi  yakin seyakin-yakinnya bahwa membaca dan menulis adalah wujud rasa syukur dan kepedulian. Sebuah aktivitas yang bermakna luhur serta menghasilkan kepuasan yang tak ternilai secara lahir dan batin (wuiih :D)

Sebelum menulis tentang hal ini sebenernya saya merasa malu. Malu karena saya sendiri belum bisa menjadi contoh yang baik untuk apa yang saya tulis. Oleh karena itu, solusi dan langkah untuk memperbaiki masa depan literasi yang bisa saya tawarkan saat ini cukup satu dulu saja, yakni temukan, gali dan gali terus minat kita dalam membaca. Jangan lupa sebarkan ilmu yang kita peroleh dengan tulisan yang autentik lewat jemari kita. We’ll see what happens next..

 

 

Leave a comment